EksposisiNews, Jakarta – Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan untuk mobilisasi komoditi antar pulau. Dari satu tempat ke tempat lain, membutuhkan transportasi yang beragam. Sulit sekali bahkan mustahil melakukan pengiriman sebuah barang antar pulau dengan satu moda transportasi saja. Akibatnya, biaya logistik menjadi sangat tinggi dan berkontribusi besar terhadap harga produk, dimana pada akhirnya ini meningkatkan harga ditingkat konsumen.
Di Asia sendiri, biaya logistik Indonesia mencapai rekor tertinggi, tak tanggung-tanggung nilainya adalah 24% dari total PDB. Angkanya sangat kontras dengan sejumlah negara berkembang lainnya, umumnya hanya dibawah 5% saja.
Pada skala yang lebih luas, tingginya biaya logistik ini akan menurunkan daya kompetisi produk. Secara ekstrim, bahkan disparitas barang juga tinggi. Semisal barang-barang yang dijual di Pulau Jawa yang memiliki biaya transportasi darat paling murah, membuat penjualan lebih mudah termasuk dengan variasi produknya sekalipun. Sebaliknya, untuk wilayah Indonesia bagian timur dengan biaya logistik yang paling mahal, membuat tidak banyak produk atau jenis barang yang bisa dijual disana.
Disparitas tersebut, menimbulkan berbagai persoalan bukan hanya masalah ekonomi, namun juga menjadi masalah sosial hingga politik dan keamanan sekalipun. Ini menjadi sebuah tantangan yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Industri logistik nasional juga terfragmentasi, dimana terdapat sejumlah permasalahan, terkait dengan transparasi dan informasi langsung. Setidaknya 80% armada truk logistik, dimiliki oleh pelaku industri kecil dan menengah dimana 90% pesanan dilakukan secara luring. Lebih jauh, 80% pengiriman dilakukan secara manual yang lambat, dengan instruksi dan verifikasi secara manual.
Hal ini memberikan peluang bagi Shipper Indonesia, selaku perusahaan penyedia solusi logistik terintegrasi berbasis teknologi digital (agregator), untuk berbagai skala usaha dengan pelayanan dari hulu ke hilir. Dengan memanfaatkan teknologi internet, aplikasi dikembangkan dan bisa diunduh konsumen. Sejak diluncurkan pada 2017, applikasinya telah diunduh lebih dari 50 ribu pengguna.
Dengan menggunakan aplikasi Shipper ini, konsumen dapat memilih jenis pengiriman yang paling sesuai dengan harapan. Aplikasi akan memberikan berbagai pilihan pengiriman, baik moda transportasi yang dipergunakan hingga lama waktu yang diperlukan. Tentu saja ini akan memberikan keuntungan bukan hanya bagi produsen, namun juga konsumen.
Menariknya, Shipper Indonesia selain sebagai agregator yang menghubungkan pengirim barang ke transporter, forwarding companies, termasuk trucking, shipping dan sebagainya, juga memfasilitasi konsumen dengan jaringan pergudangan (warehousing) dan pusat pemenuhan (fulfilment center).
Apa yang dikembangkan oleh Shipper Indonesia ini sebagai wujud manajemen rantai pasokan, sebagai integrasi sejumlah proses bisnis kunci mulai dari hulu hingga hilir, yang memberikan produk, jasa dan informasi sebagai nilai tambah bagi para konsumen dan pemangku kepentingan lainnya.
Teknologi informasi dimanfaatkan Shipper Indonesia secara luas untuk mengeliminasi ketidak pastian dalam rantai pasokan. Dengan menggunakan teknologi, permintaan dan pasokan dilakukan lewat platform yang terakurasi. Lewat platform, bahkan bisa dilakukan secara mobile – membuat pelaku bisnis dapat meningkatkan manajemen data, melakukan monitoring dan komunikasi.
Dari halaman situs perusahaan, saat ini Shipper Indonesia telah mengoperasikan 10 gudang, tersebar di Pulau Jawa dan pulau lainnya. Lokasinya strategis, berada di pusat-pusat kota yang mudah di jangkau dari mana saja. Konsumen dapat memanfaatkan gudang-gudang tersebut sesuai dengan kebutuhan skala bisnis, tanpa harus repot. Untuk mengenatahui pemesanan dan ketersediaan pasokan, konsumen tinggal mengeceknya lewat aplikasi Shipper.
Menurut Ketua Suplay Chain Indonesia, Setijadi keberadaan warehouse dan fullfilment center seperti yang ditawarkan oleh Shipper Indonesia ini membuat biaya logistik bisa ditekan dan yang lebih penting bisa diprediksi, produsen bahkan bisa menekan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur, khususnya terkait dengan pergudangannya.
Alih-alih membangun gudang-gudang disetiap pulau, produsen dapat memanfaatkan keberadaan jaringan pergudangan dari pihak ketiga. Ini membuat produsen bisa lebih fleksible dan efesien dalam memasok produk dan lebih cepat menjangkau konsumen, jelas Setijadi.
Konsumen tidak perlu repot-repot melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, karena dengan aplikasi Shipper, semua aktifitas logistik mulai dari penyimpanan hingga pengiriman sudah ditangani oleh mereka. Dengan demikian, biaya logistik benar-benar dapat ditekan seefesien mungkin.
Ini sejalan dengan rencana pemerintah dalam melakukan pembaharuan National Logistic Ecosystem (NLE). Cris Kuntadi, staf ahli Menteri Perhubungan pada Kamis (21/10/2021) menjelaskan bahwa pembaharuan NLE bertujuan untuk memangkas biaya logistik. Dengan inisiatif ini, diharapkan biaya logistik dan disparitas harga bisa diturunkan lewat integrasi platform digital antara pemerintah dan swasta. Ia berharap pelaku bisnis dapat mendukung rencana tersebut untuk mendorong perkembangan ekonomi nasional. (Lukman Hqeem)
Baca Juga :
Shipper Indonesia Operasikan Gudang Berbasis Teknologi Digital