EksposisiNews – Era digital sudah memasuki masjid dan berbagai rumah ibadah lainnya, dan sebagai dampaknya kejahatan digital pun mulai masuk ke sana.

Sekarang sudah marak kita temukan kotak amal di masjid dan rumah ibadah lainnya menempelkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) berupa barcode yang bisa dipakai untuk mentransfer uang langsung dari rekening kita ke rekening masjid dengan identifier QRIS tersebut, sehingga kita tak perlu lagi membawa uang tunai untuk dimasukkan ke kotak amal.

Ini tentu suatu kemajuan.

Riri Satria Tegaskan Digital Literacy Semakin Mendesak Dibutuhkan 1

Maksudnya supaya uang sedekah berupa amal dari jamaah aman, tidak terdapat secara fisik di kotak amal, sehingga tidak lagi rentan pencurian.

Dulu sering juga kita dengar uang di kotak amal tersebut dicuri oleh orang-orang yang tidak memiliki tanggung jawab dan nurani.

Apakah memang demikian?

“Kejahatan itu selalu muncul dalam wujud baru. Bagaimana kalau stiker QRIS-nya diganti? Maka transfer uang dari ponsel jamaah akan ke terkirim ke rekening dengan kode QRIS tersebut, tidak lagi ke rekening masjid atau rumah ibadah lainnya,” kata pengamat teknologi dan transformasi digital Riri Satria mengingatkan menangapi munculnya kejahatan seperti ini, Sabtu (15/04/2023).

Baru-baru ini tertangkap ada seseorang yang pura-pura sholat di sebuah mesjid di Jakarta Selatan, ternyata malahan mengganti stiker QRIS di kotak amal mesjid.

Namun aksinya ketahuan dan segera ditangkap.

Kejahatan seperti ini sudah marak terjadi akhir-akhir ini.

Demikian aula di beberapa tempat lain mulai marak aksi mengganti stiker kode QRIS ini.

Bisanya dilakukan di tempat-tempat lembaga sosial yang menerima sumbangan karena di sinilah fungsi kontrol agak lemah.

Apa yang bisa dilakukan?

Riri Satria yang juga dosen pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia ini menyampaikan, bahwa ada dua hal yang bisa dilakukan.

Pertama untuk pengurus mesjid dan rumah ibadah lainnya, secara berkala dan rutin memeriksa stiker QRIS.

Memeriksanya mudah kok, yaitu dengan melakukan scanning sebelum transaksi, apakah masih valid berupa rekening milik masjid atau rumah ibadah yang bersangkutan?

Kedua, buat mereka yang ingin menyumbang dengan transaksi menggunakan QRIS, periksa dulu dengan teliti, ini QRIS milik siapa?

Apakah benar yang tertempel ini milik mesjid ini atau rumah ibadah ini?

Jika ada yang mencurigakan langsung lapor pengurusnya.

“Memeriksanya mudah sekali, namun sering kita abai, “ imbau Riri Satria.

Kejahatan semakin canggih dan modus operandinya semakin bermacam.

Namun kita juga harus hati-hati, tidak boleh lengah dan abai.

Masing-masing zaman membawa perkembangan baru, terutama sains dan teknologi untuk memudahkan hidup kita,

namun seiring dengan itu kejahatan bentuk baru pun bermunculan.

Kita sebagai warga masyarakat juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial yang kolektif terhadap kejahatan seperti ini.

“Khusus untuk kejahatan digital seperti ini, maka digital literacy di masyarakat semakin mendesak dibutuhkan dan disosialisasikan. Masyarakat harus diedukasi soal ini, dan ini adalah tanggung jawab mereka yang ahli dan memahami persoalan ini, yaitu para pakar, dan tentu saja pemerintah,” ungkap Riri melanjutkan keterangannya.

Apakah itu digital literacy atau melek digital?

Ini sesuatu yang sangat dibutuhkan zaman sekarang dan ke depannya oleh profesi apapun dan tidak sebatas profesi terkait teknologi digital semata,

karena semua sendi kehidupan sudah dimasuki oleh teknologi digital, mulai dari urusan penelitian, birokrasi pemerintahan, sampai dengan memesan taksi atau makanan ke rumah kita.

Jika ditelusuri lewat internet, maka banyak sekali kita temukan ulasan tentang digital literacy.

Berdasarkan buku ‘Kerangka Digital Indonesia”, bahwa digital literacy adalah kemampuan menggunakan teknologi digital untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.

Jadi, literasi digital ini bukan hanya sekedar kemampuan membaca informasi di media digital saja.

Ini kemampuan yang menyeluruh sebagai pengguna (bukan ahli) teknologi digital sehari-hari.

UNESCO menjelaskan bahwa digital literacy itu adalah dengan life skills (kecakapan dalam keseharian).

Kemampuan ini tak hanya melibatkan teknologi saja, tetapi kemampuan untuk belajar, berpikir kritis, kreatif, dan inovatif untuk kompetensi di era digital.

Literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia dari zaman prasejarah hingga era digital seperti sekarang ini.

Perkembangan penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi dunia digital telah memberikan berbagai dampak dalam kehidupan manusia sehari-hari sehingga membuat digital literacy menjadi sangat penting saat ini.

Digital literacy ini tentunya sangat berperan penting dalam menciptakan sebuah tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif, sehingga mereka tidak akan mudah tertipu dengan segala hal yang berbasis digital seperti menjadi korban informasi hoaks atau bahkan penipuan menggunakan perangkat digital, serta berbagai bentuk kejahatan digital lainnya, karena teknologi digital sudah sangat marah dipergunakan di berbagai sendi kehidupan,” tegas Riri Satria mengakhiri penjelasannya.*** 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini