EksposisiNews – “Transformasi digital tentu dipicu oleh perkembangan teknologi digital yang semakin canggih. Tanpa teknologi tidak akan pernah ada yang namanya transformasi digital. Namun perlu dicatat bahwa keberhasilan transformasi digital sangat ditentukan oleh kemampuan SDM-nya, apakah mampu menjadi digital talent atau tidak, mengembangkan digital culture, serta perubahan desain organisasi yang semakin ringkas dan cair, baik struktur maupun proses,” demikian disampaikan pengamat transformasi digital Riri Satria ketika jadi narasumber pada Forum Diskusi Museum, Galeri, dan Monumen (Mugalemon) DKI Jakarta, (7/3/2023).

Tampilkan Pos

Riri Satria yang juga Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) serta Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia ini membawakan topik “Transformasi Digital untuk Museum, Galeri, dan Monumen”, dan menjelaskan enam pilar utama transformasi digital, yaitu pertama, arah dan kebijakan organisasi,

Kedua, struktur dan proses organisasi,

Ketiga, adopsi teknologi digital itu sendiri,

Keempat, tata Kelola teknologi,

Kelima, manajemen SDM atau digital talent,

Terakhir, keenam, budaya digital dalam organisasi. Riri menekankan bahwa transformasi digital itu adalah kebijakan strategis organisasi, bukanlah sekedar komputerisasi semata.

Acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Museum Indonesia DKI Jakarta “Paramita Jaya” dengan tuan rumah adalah Museum Bank Indonesia.

Ketua Asosiasi Museum Indonesia DKI Jakarta Paramita Jaya, Yiyok T. Herlambang menjelaskan dalam sambutannya bahwa sudah saatnya museum, galeri, serta monumen mengadopsi teknologi digital yang canggih untuk menyajikan isinya, supaya dapat dinikmati secara lebih luas.

“Museum, galeri, serta menumen memiliki peran strategis dalam menjaga jati diri bangsa selain sebagai salah satu pusat pembelajaran, “ katanya.

Menurut Yiyok, berbagai museum, galeri, dan monument terkenal di luar negeri sudah go-digital,

“sehingga mereka dianggap sebagai bagian dari perkembangan peradaban, bukan bagian dari masa lalu, “ ungkapnya mantap.

Sementara itu, Kepala Museum Bank Indonesia Dandy Indarto Seno mengatakan bahwa tantangan museum saat ini bagaimana mengubah dirinya menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi, tidak lagi berkesan tempat yang berdebu, remang-remang, sepi, bahkan menyeramkan.

“Museum harus menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi oleh keluarga, misalnya ada café yang menarik untuk berkumpul dan ngobrol, di samping tentunya sebagai pusat pengetahuan mengenai hal-hal yang disajikannya, “ paparnya.

Dandy juga menjelaskan termasuk pengelolanya, haruslah anak muda milenial yang umumnya memiliki ide-ide menarik tentang bagaimana mengubah wajah museum semakin menyenangkan dan sesuai dengan karakter generasi sekarang.

“Sudah tidak saatnya lagi pengelola museum itu orang-orang tua yang sulit untuk tersenyum, “ tegasnya.

Acara diskusi dipandu oleh Nofa Farida Lestari, Executive Director Indonesia Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH),

sebuah lembaga yang membantu museum, galeri, serta monumen untuk melakukan manajemen perubahan untuk menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi oleh keluarga melalui berbagai promosi dan kegiatan-kegiatan kreatif.

Nofa menjelaskan bahwa salah satu tantangan untuk melakukan perubahan tersebut adalah dengan melakukan transformasi digital seperti yang dibahas dalam diskusi kali ini.

Riri Satria juga menjelaskan enam sasaran transformasi digital untuk Mugalemon, yaitu pertama, sekedar hadir. Kedua, berbagi informasi. Ketiga, reputasi atau branding. Keempat, transaksi. Kelima, virtual tour. Keenam, menjadi learning ecosystem.

“Tentu saja setiap museum, galeri, dan monumen dapat menentukan sasaran strategis masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi,” demikian Riri Satria menegaskan.

Narasumber lainnya, Richie Ardi Putra, Co-Founder in PT. Jelajah Wisata Digital yang terkenal dengan WIGO Apps menjelaskan bahwa saat ini branding adalah tentang strategi di balik identitas visual organisasi yang memastikannya benar-benar mewakili siapa kita, mengapa, apa dan bagaimana bisnis kita.

“Ini semua harus dilakukan dengan melibatkan teknologi digital, maka adopsi teknologi digital yang tepat guna menjadi salah satu kunci, supaya mampu melakukan transformasi digital yang baik, “ katanya.

Sebagai penutup presentasinya, Riri Satria menjelaskan, bahwa tantangan terbesar untuk melakukan tranformasi digital terletak pada diri kita sendiri, yaitu mengubah mindset.

“Tanpa growth mindset, maka kita akan sulit beradaptasi serta berinovasi, “ katanya.

Riri Satria menyampaikan, banyak hal-hal baru bermunculan saat ini yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh masyarakat banyak, misalnya artificial intelligence sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari, juga teknologi metaverse yang diperkirakan banyak dipergunakan oleh museum, galeri, dan monumen di masa depan.

“Demikian pula dengan perilaku sosial harus high tech high touch, yaitu menyeimbangkan keberadaan teknologi tinggi (high tech) dengan sentuhan manusiawi yang tinggi (high touch), “ pungkas Riri Satria optimis. ***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini