Ekonomi

Keberhasilan Vaksinasi dan Kenaikan Laju Inflasi Bulan Desember 2021

Saat ini pemerintah terus menjalankan strategi ‘hidup berdampingan dengan virus’, di mana vaksinasi telah ditingkatkan dan suntikan booster untuk masyarakat telah dibagikan sejak awal Januari 2022. Diperkirakan bahwa momentum pertumbuhan kemungkinan akan meningkat menjelang akhir 2021 karena permintaan mulai normal serta peningkatan aktivitas di sektor jasa.

Pemerintah terus menjalankan strategi ‘hidup berdampingan dengan virus’. Setelah mengalami penurunan, jumlah kasus infeksi harian Covid baru-baru ini meningkat tajam ke tingkat tertinggi dalam empat bulan terakhir karena varian Omicron. Puncak kasus infeksi harian Omicron diperkirakan mencapai lima kali lipat kasus Delta. Sebagai persiapan, kapasitas tempat tidur rumah sakit akan ditingkatkan sebanyak hampir dua kali lipat.

Vaksinasi terus ditingkatkan, dengan sekitar 65% dari penduduk yang disasar akan terinokulasi sepenuhnya pada Maret 2022. Suntikan booster untuk masyarakat telah dibagikan sejak awal Januari 2022, dengan sekitar 21 juta memenuhi syarat sejak Januari (6 bulan setelah dosis kedua).

Data frekuensi tinggi masih cukup baik karena pembatasan masih belum banyak berubah.

Menurut periset dari Bank DBS Indonesia, momentum pertumbuhan kemungkinan akan meningkat menjelang akhir 2021 karena permintaan mulai normal serta peningkatan aktivitas di sektor jasa. Meski Inflasi 2021 berada di bawah kisaran target, tetapi diperkirakan akan terjadi peningkatan akibat tekanan sektor pangan di beberapa segmen, harga impor yang lebih tinggi, stabilisasi permintaan dan efek dasar. Diyakini oleh mereka dalam paparan kajian terkini bahwa Bank Indonesia dengan strategi fiskalnya akan bergerak selaras ke arah normalisasi kebijakan.

Inflasi inti pada Desember 2021 meningkat 1,56% yoy vs 1,44% pada November. Berdasarkan data BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia di Desember meningkat menjadi 1,87% secara tahunan (year on year, yoy) vs 1,75% (yoy) pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, dengan data belum disesuaikan (non-seasonally adjusted, nsa), pertumbuhan harga meningkat menjadi 0,57% dari 0,37% pada November.

Sub-komponen menunjukkan kenaikan menyeluruh, termasuk makanan, yang naik 3,1% yoy vs 2,98% pada bulan sebelumnya; transportasi naik 1,6% vs 1,4% pada November, dan utilitas naik 0,76% vs 0,69%. Kenaikan ini kemungkinan mencerminkan tekanan dari harga komoditas lebih tinggi dan peningkatan mobilitas/permintaan berkat penurunan jumlah kasus Covid-19.

Inflasi tahunan rata-rata sebesar 1,6% yoy pada 2021, sedikit lebih tinggi dari perkiraan kami, yang sebesar 1,5%, tetapi di bawah kisaran target BI. Ini adalah akibat dari peningkatan harga untuk mengimbangi sebagian dari dampak harga komoditas tinggi, tekanan harga makanan dan jasa yang terkendali, di samping tekanan akibat permintaan.

Dalam pandangan DBS Indonesia, Inflasi 2022 akan ditandai oleh perubahan akibat reformasi subsidi (jika ada), yaitu penyesuaian tarif bahan bakar dan utilitas, kedua, penerapan perubahan pajak, termasuk kenaikan tarif PPN, yang kemungkinan akan memengaruhi setidaknya setengah dari inflasi dan kemungkinan menyebabkan kenaikan cukai tertentu, ketiga, produsen akan meningkatkan harga untuk mengimbangi kenaikan biaya, sebagaimana tercermin dalam inflasi harga grosir, memperkecil selisih antara hasil produksi nyata dan hasil produksi potensial karena aktivitas mulai normal kembali, dan lain-lain. Mereka memperkirakan inflasi 2022 rata-rata sebesar 3% namun masih dalam target BI, yang sebesar 2%-4%.

Sementara itu, neraca transaksi berjalan kemungkinan akan kembali ke defisit pada 2022 karena impor meningkat meskipun kinerja ekspor, yang didorong harga komoditas, akan lebih baik. Ekspor naik 35% secara tahunan, tetapi impor yang meningkat lebih tinggi sebesar 48%. Surplus neraca perdagangan Desember 2021 mengecil menjadi US$1,02 miliar vs US$3,5 miliar pada November karena aktivitas mulai normal, mengangkat impor bahan baku dan barang modal.

Secara keseluruhan, neraca perdagangan nonmigas meningkat tajam, didorong oleh kenaikan harga komoditas (batubara, minyak sawit, logam dasar, karet olahan, dll) pada 2021. Tahun ini, momentum ekspor akan ditentukan oleh harga sumber daya alam, dengan pihak berwenang berhasrat untuk beralih dari ekspor hasil industri hulu ke ekspor hasil industri hilir dan didorong oleh sektor manufaktur. Pergeseran ini kemungkinan akan menghadapi tantangan, sebagaimana tercermin dalam larangan ekspor batubara yang baru saja dikeluarkan pada Januari kemarin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version