Maraknya investasi bodong yang menjanjikan keuntungan berlipat saat ini menjadi trending topic. Bukannya untung, ujung-ujungnya adalah bunting. Kerugian yang dialami tidak sedikit, bahkan sejumlah kasus terakhir angkanya mencapai trilyunan rupiah.

Mike Rini Sutikno, Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi mengatakan bahwa para investor yang saat ini didominasi oleh kaum milenial biasanya memilih produk investasi lantaran karena mengikuti tren saja. Mereka tidak didasari kemapanan pengetahuan investasi dan risikonya sehingga mereka terjebak pada investasi bodong.

Menurutnya, “Investor muda itu rata-rata mau duitnya sekarang makanya ikut-ikutan investasi atau trading. Meskipun itu bagus, tapi yang saya khawatir mereka hanya fokus pada produknya. Apa yang baru itu yang diburu, bukan didasarkan pada kebutuhan dan pengetahuan atas investasinya,” ujarnya dalam Bincang Ramadhan Beritakota.id,  di Jakarta pada Kamis (14/4/2022).

Mike menambahkan bahwa profil risiko atas produk investasi itu terbagi dalam tiga kategori yaitu risiko rendah, sedang dan tinggi. Untuk risiko rendah contoh produknya adalah tabungan, deposito, reksadana pasar uang dan emas. Kemudian untuk yang risiko sedang yaitu obligasi, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran dan properti. Kemudian risiko tinggi yaitu saham, reksadana saham, forex, P2P Lending dan lainnya.

Dengan beragam risiko itu, investor harus memahami profil risiko masing-masing agar tidak terjebak pada tren investasi yang marak dipromosikan namun tidak sesuai dengan profil risiko pribadi. Oleh sebab itu, perlu diketahui patokan baku yang bisa dijadikan baseline sebelum memutuskan berinvestasi.

“Patokan investasi pertama tidak kurang dari inflasi, investasi bukan cuman untung tapi harus didefine, kebutuhan di masa datang dicukupin dari investasi kita, lalu investasi harus hasilkan cashflow,” ulasnya.

Secara khusus, Mike menggarisbawahi bahwa investor dapat menghindari investasi bodong dengan mengecek legalitas mereka di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Untuk meningkatkan asset kekayaan, investor perlu melakukan diversifikasi portofolio investasinya agar ketika terjadi penurunan tidak semuanya tergerus. Dia juga menyarankan agar investor dapat terus meningkatkan likuiditasnya terutama untuk memupuk dana darurat.

“Dalam situasi yang tidak pasti kuncinya berinvestasi adalah jangka panjang, dengan tujuan investasi yang mengutamakan kebutuhan keuangan spesifik. Agar kalau ada penawaran investasi baru tidak mudah terombang ambing. Fokus pada putusan investasi sendiri,” jelasnya Mike.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini