Eksposisinews – Konflik di Ukraina yang masih berlangsung sampai hari ini bakal memaksa negara-negara Eropa mencari energi alternatif untuk bahan bakar salah satunya adalah batu bara. Hal ini terjadi akibat Rusia menjatah pasokan gas ke Eropa sebagai tindak balas dari serangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan Eropa ke Rusia.
Eropa terancam mengalami krisis energi di musim dingin berikutnya jika persediaan tidak segera diisu ulang. Beberapa negara seperti Jerman, Italia, Austria dan Belanda telah menyatakan bahwa pembangkit listrik bertenaga batu bara bisa membantu mengatasi krisis energi. Saat ini harga gas sudah melonjak tinggi dan membuat pusing para pembuat kebijakan dalam mengatasi inflasi.
Pada Senin waktu setempat, pemerintah Belanda mengatakan akan menghapus limit produksi di pembangkit listrik bertenaga batu baru dan akan mengaktifkan fase pertama rencana krisis energi. Langkah ini diiringi Denmark yang juga telah melaksanakan fase pertama rencana darurat gas akibat tidak menentunya pasokan dari Rusia.
Lain lagi dengan Italia yang sudah selangkah lagi menyatakan darurat energi di negaranya setelah perusahaan minyak pelat merah, Eni mendapat konfirmasi dari Gazprom bahwa pasokan gas yang akan mereka terima hanya setengah dari permintaan.
Jerman mengumumkan rencana untuk meningkatkan jumlah persediaan gas dan akan menyalakan kembali pembangkit listrik bertenaga batu bara yang sebelumnya sudah direncanakan untuk dimatikan.
Menurut menteri perekonomian Jerman, pembangkit listrik bertenaga batu baru bisa menambah kapasitas listrik sampai 10 gigawatt seandainya pasokan gas mencapai level kritis.
Akibat situsi ini kontrak gas yang merupakan acuan negara Eropa diperdagangkan pada kisaran 124 euro atau $130 per megawatt hour (MWh). Harga ini naik lebih dari 300% dibandingkan satu tahun lalu.
CEO RWE, produsen energi terbesar Jerman, Markus Krebber mengatakan butuh waktu tiga sampai lima tahun agar harga listrik bisa turun lagi.
Saat ini aliran gas dari Rusia yang melewati jaringan pipa Nord Stream 1, rute utama yang menyuplai negara-negara besar Eropa masih berjalan dengan kapasitas 40%. Ukraina mengatakan jaringan pipa mereka mampu menalangi kekurangan pasokan gas Nord Stream 1. Sebaliknya Moskow mengatakan tidak bisa mengirimkan gas lebih banyak melalui jaringan pipa yang belum dimatikan Ukraina.
Eni dan Uniper dari Jerman adalah beberapa perusahaan Eropa yang menyatakan tidak menerima gas sesuai kontrak. Persediaan gas Eropa masih terisi tapi berjalan sangat lambat. Kecepatannya hanya mencapai 54% berbanding target Uni Eropa sebesar 80% di Oktober dan 90% di November.
Selain beralih ke batu bara, Jerman juga melakukan beberapa cara yaitu mendorong industri agar mengurangi konsumsi gas dan bantuan keuangan untuk membantu operator pasar gas Jerman mendapatkan pinjaman pemerintah agar dapat mengisi persediaan gas lebih cepat.
Gazprom dari Rusia menyatakan telah memangkas kapasitas gas di Nord Stream 1 karena pengembalian perlengkapan yang sedang di servis Siemens Energy (Jerman) di Kanada terlambat. Sebaliknya pihak Jerman dan Italia mengatakan itu hanya alasan saja untuk mengurangi pasokan.