Ekonomi

Dampak Tren Suku Bunga Naik, Angka Pinjaman Turun

Permintaan Dolar-FED-FOMC

Dalam Laporan Stabilitas Keuangan terkini yang disampaikan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve – mencermati bagaimana para rumah tangga dan pelaku bisnis telah menurunkan pinjaman mereka sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB), dan saat ini tampaknya memiliki sumber daya untuk menutupi beban utang, yang merupakan aspek penting dari ketahanan dalam lingkungan suku bunga yang akan dinaikkan terus.

Menanggapi hal ini, Gubernur Fed Lael Brainard menilai bahwa laporan tersebut menggarisbawahi pentingnya lapangan pekerjaan berkelanjutan. Oleh sebab itu, FED perlu mengidentifikasi dan memantau dengan cermat risiko terhadap sistem keuangan dan untuk memastikan sistem keuangan tetap tangguh.

Laporan Stabilitas Keuangan, sebuah laporan per semester mengenai penilaian kondisi dalam sistem keuangan AS dan potensi risiko terhadap stabilitas keuangan. Laporan ini menyajikan bukti tentang ketegangan dan ketidakseimbangan dapat memberikan wawasan tentang masa depan kebijakan moneter bank sentral AS.Jika pernyataannya lebih hawkish dari perkiraan, akan memberikan dorongan positif bagi Dolar AS.

Dalam laporan terkini, dinyatakan pula bahwa likuiditas obligasi menurun sejak akhir 2021. Kedua, harga asset keuangan berisiko umumnya masih tetap tinggi dan ketiga adalah harga rumah yang mengalami kenaikan harga dengan cepat.

Para investor di lantai bursa memang merasa khawatir bahwa agresifitas Federal Reserve dalam menjinakkan inflasi bisa membawa perekonomian AS kedalam jurang resesi. Kekhawatiran ini memicu aksi jual dan mendorong indek bursa saham AS, S&P 500 berakhir di bawah 4.000 untuk pertama kalinya sejak akhir Maret 2021.

Indek Nasdaq turun lebih dari 4% dipimpin oleh penurunan saham berkembang raksasa, ditutup pada level terendah sejak November 2020. Investor juga khawatir tentang perlambatan ekonomi di China menyusul peningkatan kasus virus corona baru-baru ini.

Indek Dow Jones berakhir turun 653,67 poin, atau 1,99%, ke 32.245,7, sedangkan S&P 500 turun kehilangan 132,1 poin, atau 3,20%, ke 3.991,24, penutupan terendah sejak 31 Maret 2021. Indek Nasdaq turun 521,41 poin, atau 4,29%, ke 11.623,25.

Sementara itu, di pasar keuangan sendiri telah muncul ketakutan dari kekhawatiran atas kenaikan suku bunga dan kekhawatiran resesi karena penguncian COVID-19 meluas di China menyebabkan prospek pertumbuhan yang lebih lambat. Akibatnya permintaan terhadap mata uang safe haven, Dolar AS naik.

Indek dolar AS naik 0,087% pada 103,860 setelah menyentuh 104,19, tertinggi sejak Desember 2002. Euro turun 0,18% ke $1,0532. Yen Jepang menguat 0,22% di 130,30 per dolar, sementara Sterling di $1,2307, turun 0,24%.

Penguatan Dolar AS menjadi sentiment negative bagi perdagangan komoditi Emas. Harga emas turun 0,94% ke $1,857,10 per ounce.

Begitu juga dengan harga minyak mentah, yang terus merosot. Hal ini juga dipicu oleh berlanjutnya penguncian di China, memicu kekhawatiran tentang prospek permintaan minyak dimasa depan.

Harga minyak mentah Brent turun $6,45, atau 5,7%, ke $105,94 per barel. Minyak WTI AS turun $6,68, atau 6,1%, ke di $103,09 per barel. Kedua kontrak telah naik sekitar 35% sepanjang tahun ini.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version