Eksposisi News, Jakarta – Praktek mafia tanah kembali muncul di tanah air kita tercinta ini. Meski menurut sebagian pakar properti kejadian ini bukanlah “barang baru”, untuk itu perlu sekali kewaspadaan dan tindakan antisipasi bagi semua pelaku bisnis properti, khususnya baik itu pemilik properti, pembeli properti, kalangan investor properti, penyewa properti, bahkan agent/broker properti serta masyarakat luas pada umumnya. Kita semua disarankan untuk tahu dan memahami berbagai cara atau modus operandi yang kerap dijalankan para mafia tanah tersebut.
Dari sini pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah yang menggandeng lembaga penegak hukum untuk menindak praktek mafia tanah ini.
Sebelumnya telah viral dimana ibunda dari mantan Juru Bicara Kepresidenan Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dino Patti Djalal telah menjadi korban penipuan oleh mafia tanah atas proses transaksi jual-beli dari sebuah rumah di Kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kejadian yang pertama kali dilaporkan kepada kepolisian yaitu April 2020 lalu akhirnya berhasil menangkap 5 tersangka yang semuanya telah dijebloskan ke hotel prodeo.
Apa yang telah mereka lakukan? Yaitu dengan cara meminjam “sertifikat asli” kepada korban untuk alasan akan di cek ke BPN Jakarta Selatan. Korban tidak mengetahui bahwa sesungguhnya alasan tersebut hanyalah suatu trik jahat karena pada hari itu diam-diam dilakukan transaksi jual-beli yang melibatkan salah satu tersangka dengan menggunakan sertifikat asli tersebut!
Kementerian ATR/Kepala BPN sebagai lembaga resmi pemerintah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan berbagai urusan dibidang agraria dan pertanahan nasional juga sudah kerap kali mengingatkan kepada masyarakat luas agar selalu waspada terhadap modus operandi dari para mafia tanah ini. Namun hal tersebut tentu saja tidak akan maksimal hasilnya tanpa peran serta dari masyarakat luas. Di satu sisi masyarakat juga memerlukan informasi yang akurat dan bisa dipertanggung jawabkan baik dari pemerintah maupun aparat hukum agar bisa mengetahui apa saja ciri-ciri dari kejahatan dibidang properti ini.
Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Daniel Adityajaya, menyatakan bahwa jika modus operandi yang dilakukan para mafia tanah banyak ragamnya. Diantaranya yaitu pemalsuan dokumen seperti dokumen masih berupa surat girik, Surat Keterangan Tanah, Eigendom, SK Redistribusi Tanah, tandatangan Surat Ukur serta Letter C, hingga ke modus pendudukan legal tanpa hak, mencari legalitas di pengadilan setempat, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, penggelapan korporasi, termasuk aksi provokasi pada kalangan petani atau penggarap untuk mengusahakan secara ilegal atas lahan yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) baik masa berlaku akan segera berakhir maupun yang masih berlaku, dan trik-trik lainnya.
Mafia tanah pastinya tidak akan terlepas dari masalah sengketa pada suatu tanah dan bangunan di suatu daerah dengan menggunakan cara-cara yang melanggar aturan dan kebanyakan dilakukan oleh sekelompak orang secara terencana, tertata rapih dan sistematis sehingga acap kali menipu dan membuat para korban tidak menaruh curiga. Maka dari itulah disebut sebagai mafia karena cara kerja yang bersih namun dibalik itu tersimpan niat untuk menipu.
Selain masalah sengketa juga bisa saja terjadi karena suatu sebab yang dengan cara memanfaatkan situasi. Contoh : status tanah yang tidak dapat diperbaharui, tanah yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta tanah yang kehadirannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar sehingga berpotensi menimbulkan niat buruk pihak tertentu untuk menguasainya dengan menghalalkan segala cara sehingga melanggar hukum.
Kementerian ATR/BPN sendiri melalui Satgas Anti Mafia Tanah juga telah dan terus berkomit menuntuk memberantas praktek mafia tanah ini sehingga kedepannya bisa memberi rasa aman bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang akan melakukan transaksi properti. Diharapkan kehadiran Satgas dan lembaga hukum yang berkolaborasi ini adalah suatu langkah cepat dan tepat dari Kementerian ATR/BPN dalam menumpas para mafia tanah. MoU dengan Polri yang telah dilakukan sejak 2017 lalu sudah pasti menjadi modal utama agar proses penyelidikan dan proses hukum bisa berlangsung dengan lancar tanpa hambatan. Satgas anti Mafia Tanah pun juga telah melakukan kerja sama dengan pihak Kejaksaan Agung dalam rangka untuk terus mempersempit ruang lingkup para mafia tanah agar suatu hari nanti mereka semua bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. (Penulis Hilman Pradana, Editor Lukman Hqeem)